Kamis, 04 Agustus 2011

apa itu bid'ah

Kita mungkin sering mendengar istilah bid’ah dalam agama Islam. Bagi sebagian umat muslim ada yang tidak tahu, apa itu sebenarnya bid’ah. Dalam hadits shoheh Riwayat Muslim disebutkan: “Sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah (Al Qur’an), dan sebaik-baik petunjuk yaitu petunjuk Nabi Muhammad saw (Sunnah) dan sejelek-jelek perkara (ibadah) yaitu yang diada-adakan (bid’ah), dan setiap bid’ah (perkara baru yang menyalahi Al Qur’an dan Sunnah Nabi) adalah sesat” .
Dalam kaidah ushul fikih diterangkan bid’ah ada dua macam, yakni bid’ah dalam urusan ibadah dan bid’ah dalam urusan muamalah (dunia). Yang dimaksud Nabi dalam hadist shoheh di atas yakni bid’ah ibadah. Segala bentuk macam ibadah yang tidak pernah dicontohkan atau dituntunkan oleh Nabi dan juga tidak tersebut dalam Al Quran, maka disebut bid’ah. Nabi ditetapkan oleh Allah sebagai manusia paling sempurna ibadahnya. Jadi jika ada umatnya yang mengerjakan ibadah yang tidak pernah dilakukan apalagi dituntunkan oleh beliau, maka ibadah itu ditolak. Bahkan Nabi dengan tegas mengatakan: “Siapa yang menyelisihi sunnahku, maka dia bukan dari golonganku!”.

1. Bid’ah dalam ibadah.
Jika kita mengerjakan suatu ibadah baik itu dalam bentuk ucapan/lisan atau perbuatan tetapi Nabi tidak pernah mengerjakannya, maka sama halnya menganggap Nabi kurang sempurna atau bodoh. Padahal Nabi itu maksum dan ikhsan, beliau telah terhindar dari segala kekurangan dalam ibadah. Sebagai contoh; kita mengerjakan puasa weton atau puasa tanggal kelahiran. Tidak pernah ada riwayat Nabi mengerjakan puasa weton. Jadi, meskipun niat kita baik dan bermaksud beribadah kepada Allah, tapi kalau cara dan pelaksanaannya tidak dituntunkan oleh Rasulullah SAW maka ibadah itu tertolak, bahkan sebagian besar ulama menghukuminya dengan berdosa.
Jika kita memang ingin mengerjakan puasa sunnah, kerjakan saja yang sudah dituntunkan dan dianjurkan oleh Nabi seperti puasa senin kamis, tiga hari dalam satu bulan, atau puasa Nabi Daud. Bahkan Nabi melarang kita mengerjakan puasa wisol meskipun beliau mengerjakannya. Puasa wisol adalah puasa nyambung, yakni dari pagi hingga malam dan hingga hari berikutnya. Kita tidak boleh memodifikasi atau membuat sendiri acara ibadah yang tidak ada tuntunan dari Rasulullah.
Seperti yang dikatakan oleh Al-Imam Malik rahimullah: “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama dan dia menganggapnya baik, sungguh dia telah menuduh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhianat dalam menyampaikan risalah. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan: Al yauma almaktu lakum dinukum yang artinya: ‘Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian untuk kalian’. Jadi kita mesti berhati-hati dalam menjalankan ibadah, jangan sampai bertentangan dengan ajaran agama yang sudah dituntunkan oleh Nabi.

2. Bid’ah dalam urusan dunia.
Sedang bid’ah dalam urusan dunia justru diperbolehkan oleh Nabi. Sebagaimana sabda nabi yang mengatakan; kalian lebih tahu urusan dunia kalian. Contoh bid’ah dunia misalnya membuat mobil, pesawat terbang, atau kegiatan lain-lain yang berurusan dengan keduniawian. Pada jaman nabi dulu belum ada mobil, belum ada pesawat terbang, tapi seiring perkembangan berpikir manusia dan kecanggihan teknologi semua bentuk urusan dunia yang berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia bermunculan. Semua itu diperbolehkan untuk dijalankan dan dimanfaatkan oleh manusia selama membawa manfaat atau maslahat dan tidak dilarang agama.
Maka dari itu dalam kaidah ushul fikih diterangkan segala macam bentuk ibadah pada dasarnya haram atau dilarang, kecuali ada tuntunan atau contoh dari Al Quran dan dari Nabi. Sedang dalam urusan dunia berlaku hukum mubah atau diperbolehkan selama tidak ada larangannya. Larangan dalam urusan dunia ini sebagai contoh berpakaian. Nabi membolehkan manusia menggunakan pakaian model apa saja selama tidak memperlihatkan aurat, terkena najis, atau memakai pakaian karena kesombongan. Bagi kaum perempuan diwajibkan memakai jilbab saat keluar dari rumah dan dilarang memakai pakaian yang memperlihatkan aurat seperti yang disebutkan dalam surah Al Ahzab ayat 59: Hai Nabi; katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.

Hati-hati dengan Hadist Palsu
Dari keterangan di atas maka bisa diambil kesimpulan bahwa dalam menjalankan ibadah kita harus benar-benar mendasarkan pada tuntunan, bukan sekadar mereka-reka atau membuat sendiri. Ibadah yang berdasarkan sunnah pun harus merupakan sunnah yang shahih atau hasan, bukan sunnah yang dhoif, mursal, atau palsu. Sebab, banyak pula umat yang mengerjakan ibadah berdasarkan sunnah dhoif yang lemah sanadnya dan hadist palsu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Padahal hadist dhoif atau palsu ini dibuat oleh para musuh Islam untuk melemahkan dan menjerumuskan umat Islam.
Dalam suatu riwayat disebutkan seorang Yahudi yang membenci Islam sebelum meninggal pernah mengakui membuat 40.000 hadits palsu dengan maksud untuk menyesatkan umat Islam. Bayangkan, satu orang Yahudi saja bisa membuat hadits palsu sebanyak itu? Imam Muslim bin Hajjaj sebelum menyusun hadits shahih yang terdiri dari 4000 hadits, beliau harus menyortir atau menyaring dari 300.000 hadits yang pernah didengarnya dari banyak orang. 7275 diantaranya bahkan harus dibuangnya, baik yang diulang-ulang atau tidak berulang, demi menjaga keshahihannya.
Karenanya kita mesti berhati-hati bila ingin mengamalkan sebuah hadist atau sunnah. Teliti dulu, apakah hadist atau sunnah itu berkategori shahih, hasan, atau dhoif. Biasanya hadist shahih atau hasan diriwayatkan dengan jalan mutawatir atau qudsi. Mutawatir artinya diriwayatkan oleh banyak perawi sehingga memiliki kekuatan dalam sanadnya. Sedang hadist qudsi adalah hadist yang isinya sama dengan Al Qur’an. Karena Al Qur’an sudah terjaga kesempurnaannya maka kita tidak boleh menentang hadist qudsi.
Ada juga hadist ahad yang diriwayatkan oleh satu orang namun langsung kepada Nabi. Selama isinya tidak bertentangan dengan Al Qur’an, maka kita wajib menerima hadist ahad ini. Betapa pentingnya mengamalkan Sunnah Nabi sekaligus beratnya tantangan bagi yang mengamalkannya, maka Allah pun menyediakan pahala yang besar bagi mereka yang berpegang teguh kepada Sunnah Nabi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar