Kamis, 11 Agustus 2011

JILBAB ADALAH SIMBOL KEIMANAN DAN KECANTIKANMU
Oleh: Nuril Anwar*

Agama Islam adalah agama yang memiliki hukum/norma yang sifatnya fleksibel, mudah dalam pengamalannya serta kondisional bagi pemeluknya. Kendati demikian, Islam juga sangat memperhatikan semua aspek kehidupan pemeluknya, mulai dari hal yang terkecil sampai hal yang sangat komplek. Sehingga para pengikutnya merasa nyaman dan tenang dalam menjalankan semua syari’at-syari’at yang dibawanya.
Salah satu bentuk bahwa Islam memperhatikan kemaslahatan pengikutnya adalah dengan adanya ketentuan aurat. Toh walaupun masih banyak orang yang mengatakan bahwa hal itu tidak sesuai dengan zaman, merupakan bentuk pelanggaran HAM, dll. Padahal anggapan semacam itu salah. Sebaliknya, kita harus bersyukur dengan adanya ketentuan aurat yang harus kita tutupi, sebab di balik semua itu ada beberapa hikmah yang sangat berharga dan memiliki nilai yang tinggi. Misalnya, kita tahu bahwa laki-laki memiliki sel libido yang lebih tinggi ketimbang perempuan, yang mana sel tersebut hanya dengan adanya sedikit rangsangan akan cepat bereaksi, contohnya dengan pandangan yang agak vulgar. Tentunya hal ini sangat berbahaya bagi kaum perempuan. Oleh karenanya, Islam memberi ketentuan bagi seorang perempuan harus menutupi seluruh badannya kecuali telapak tangan dan wajah (aurat).
            Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa wanita adalah “perhiasan”. Oleh sebab itu, peliharalah perhiasan tersebut dengan baik agar tetap terjaga dan terpelihara dari pihak ekstern/tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Namun pada zaman sekarang ini jarang kita temui para wanita yang berpakaian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam agama Islam. Padahal pakaian dalam Islam cukup mendapat perhatian, utamanya bagi perempuan yang auratnya lebih dominan  ketimbang seorang laki-laki. “bukan berarti hal-hal yang sifatnya kecil dalam Islam kurang mendapat perhatian”. Kita tidak usah terlalu jauh dalam menganalisa bahwa wanita sekarang tidak sesuai lagi dengan aturan Islam, contoh kecilnya adalah “kerudung/jilbab.” Allah SWT berfirman: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka” Q.S. Al-Ahzab 33:59. Tidak hanya itu, Allah juga berfiraman: “Dan hendaklah mereka menutupi kain jilbab ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya.” Nah dua firman Allah ini mengindikasikan kepada mu’minah shaleha (orang perempuan) agar menutupi kepalanya dengan jilbab. Tidak seperti halnya sekarang, karena model rambutnya seggy atau karena rambutnya yang panjang nan indah terurai, maka ke mana pun ia pergi tidak memakai jilbab (pamer). Oleh sebab itu, sebagai wanita mu’minah shaleha berjilbablah! karena berjilbab selain memang menjadi kewajiban dari syara’, jilbab juga merupakan symbol keimanan seorang wanita. Memang tidak ada jaminan bahwa wanita berjilbab itu adalah wanita shaleha, akan tetapi mayoritas wanita shaleha mengenakan jilbab. Wanita berjilbab belum tentu wanita shaleha, tetapi wanita shaleha pastila berjilbab ! 
Saya mengharap, kita sebagai umat muslim yang taat beragama, janganlah membuat statemen yang justru memojokkan Islam. Apalagi beberapa waktu yang lalu, pondok pesantren dituduh menjadi sarang/markas pemberontak/teroris. Masihkah kita mengatakan bahwa berjilbab tidak melambangkan wanita yang shaleha? Toh walau pun hal itu bisa dibenarkan, namun jangan mempublikasikannya, agar keimanan dan kebudayaan Islam tidak terkikis hari demi hari. Bahkan sebaliknya, seharusnya kita menjunjung tinggi dan mendukung adat-istiadat agama kita, bukan justru mengikuti tindakan orang-orang yang membenci Islam atau kaum orentalis, apalagi sampai memojokkannya! Na’udzubillahi min dzalik…
*Pengamat social, alumnus MTs Nurut Taqwa
“MEMBANGUN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA”
OLEH  NURIL ANWAR ABDALLAH*

Agama merupakan Way Of Life dalam menjalani kehidupan manusia, tentunya bagi mereka yang beragama. Kendati demikian, agama tidak boleh dipaksakan bagi seseorang untuk dianut. Kalau pun ia, tapi tidak boleh sampai ada pemaksaan baik fisik atau non fisik. Sebab agama adalah sesuatu yang sacral dan prinsipil dalam prosesi memilihnya “Yuridullahu man yasya’ wa yahdi man yasya’.” Oleh sebab itu, umat di dunia ini menganut agama yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinan mereka sendiri. Tapi kalau penulis sendiri, sudah pasti Islam lah, tapi entah Islam apa!

            Pada saat ini sedang booming mengenai pertikaian antar umat beragama. Toh meskipun sebenarnya bukan cuma pada saat ini pertikaian/perselisihan yang dilatar belakangi oleh agama, akan tetapi memang sudah sejak dulu yaitu pada masa Rasulullah. Namun Alhamdulillah, walaupun pada saat dulu perselisihan yang dilatar belakangi oleh agama kerap tejadi, Rasulullah dan para sahabatnya bisa mengatasinya dengan tidak melakukan tindakan diskriminasi terhadap kelompok lain (penganut agama Nasrani dan Yahudi).

            Berbeda dengan penyelesaian konflik agama yang terjadi saat ini. Pasalnya ketika ada semacam golongan atau kelompok organisasi masyarakat (ormas) naik ke atas mimbar dengan membela agamanya sendiri, mencibir keyakinan di luarnya atau bahkan menafikan agama lain selain agama yang dianutnya. dan katanya hal semacam ini adalah merupakan bentuk dari pembelaan terhadap keyakinannya yang tidak boleh tidak harus dibela hingga titik dara penghabisan. Kendati demikian, pembelaan terhadap agama itu memang bagus dan harus, karena ini adalah hubungan seseorang dengan Tuhannya. Akan tetapi perlu kita perhatikan juga, bahwa disamping kita menjalin hubungan dengan Tuhan, kita juga memiliki hubungan yang seyogyanya juga dipelihara, yaitu hubungan antar mahluk social tanpa membeda-bedakan ras, gen, suku bangsa dan agama “Hablun minallah wa hablun minannas”. Sebab perbedaan semacam itu memang menjadi sunnatullah yang harus kita pelihara dan kita jaga, bukan malah sebaliknya.
           
            Sering kita jumpai baik di media masa atau cetak mengenai perselisihan antar umat beragama yang berbuntut kekerasan fisik atau non fisik. Kalau ditanyakan mengapa mereka melakukan perbuatan/tindakan yang merugikan bagi pihaknya sendiri dan pihak lain. Hemat saya, mungkin semua itu terjadi tidak terlepas dari rasa primordialis dan etnosentris yang berlebihan, sehingga mereka merasa tidak ada kelompok yang lebih baik bahkan tidak ada kelompok yang baik kecuali kelompoknya dan tidak ada kebudayaan kelompok manapun yang bisa menandinginya. Oleh sebab itu, maka mereka beranggapan bahwa sepatutnyalah mereka harus sama/ikut dengan mereka karena mereka merasa merekalah yang mahabenar.

            Dalam kacamata hukum negara Indonesia yang menganut paham demokrasi, negara memberi kebebasan bagi bangsanya untuk melakukan segala hal sesuka hatinya, senyampang hal itu masih berada dalam konteks kebenaran dan menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan negara Indonesia.  Setidaknya paham demokrasi memiliki tiga kelonggaran bagi penganutnya; bebas berkumpul, bebas berpendapat/bersuara dan bebas berorganisasi. Sekali lagi saya katakana senyampang itu benar maka Negara memberi kebebasan seluas-luasnya.
            Jadi tidak bisa dibenarkan melakukan kekerasan karena ada segelintir orang atau suatu anggota masyarakat yang berbeda dengan kita, misalnya ras, agama suku bangsa, dll. Lantas kita menyalahkan dan tidak boleh tidak harus menyabotase mereka, sungguh itu tidak benar dan tidak sesuai dengan prinsip agama dan negara kita. Kalaupun kita pada ranah agama tidak sampai pada membenarkan agama selain agama kita yaitu Islam, paling tidak kita memiliki rasa toleransi atas semua perbedaan yang ada.  

Saya berpandangan, jika ada seseorang atau sekelompok organisasi keagamaan yang melakukan tindakan tidak etis (kekerasan) terhadap kelompok keagamaan lain, menurut saya tidak berdasar, alias hanya timbul dari rasa ego mereka. Jika tindakan semacam itu dibenarkan, coba kita tinjau dari beberapa aspek, misalnya dari aspek ketuhanan, dalam sebuah kitab hadits yang ditulis oleh Imam Nawawi di sana dijelaskan bahwa kalau urusan ketuhanan (rohani) manusia tidak berhak untuk mengadilinya, dengan artian, manusia tidak dibenarkan menyalahkan dan membenarkan sesuatu yang bersifat abstrak. Sedangkan kalau kita tinjau dari aspek social, maka saya rasa umat yang ada di luar agama kita (Kristen, Hindu-Budha dan konghucu) baik-baik kok dan tidak perlu untuk dipermasalahkan. Apalagi kalau kita lebih mendalam lagi dalam menganalisa suatu agama kepercayaan, maka kita temui tidak ada satu agama pun yang menganjurkan kepada para pemeluknya untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak baik. Seperti contoh do’a umat Kristen

“Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai. Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih. Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan. Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan. Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian. Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran. Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran. Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan. Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kebahagiaan. Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.”[i]

            Setelah kita paham bahwasanya semua agama tidak ada yang menganjurkan kepada pengikutnya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik, bahkan sebaliknya. Maka mulai sekarang marilah kita bangun rasa toleransi bersama agar dunia ini damai, tenteram dan sejahtera dan tidak ada kelompok minoritas yang merasa terpinggirkan. Alangkah indahnya interaksi social ketika Islam menguasai negara non Islam, semuanya merasakan damai walaupun disana-sini banyak terdapat perbedaan. Dan tidak perlu lagi kita berseteru antar sesama dengan berdalih agama yang satu lebih baik dari agama lain “Dalam ranah social”. Bahkan kalau perlu do’a orang Kristen yang saya kutip di atas bisa dibaca setiap selesai mengerjakan shalat maktubah (bukan berarti Islam kekurangan do’a), jangan kita pandang dari mana do’a itu bersumber, tapi apa yang terpenting adalah apa yang tersirat dalam do’a tersebut “Undzur ma qaala wala tandzur man qiila”. Yang perlu kita pikirkan bersama adalah bagaimana keutuhan NKRI tetap terjaga dan berkembang dengan segala perbedaan. Amin …..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar